Dalam pengertian bahasa, riba berarti tambahan (azziyadah). Makna tambahan dalam riba adalah tambahan yang berasal dari usaha haram yang merugikan salah satu pihak dalam suatu transaksi. Dalam pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
Pengertian riba di dalam kamus adalah kelebihan atau peningkatan atau surplus. Tetapi dalam ilmu ekonomi, riba merujuk pada kelebihan dari jumlah uang pokok yang dipinjamkan oleh si pemberi pinjaman dari si peminjam. Dalam Islam, riba secara khusus menunjuk pada kelebihan yang diminta dengan cara yang khusus.
Kata riba dalam bahasa Arab dapat berarti tambahan meskipun sedikit di atas jumlah uang yang dipinjamkan, hingga mencakup sekaligus riba dan bunga. Riba dalam hal ini semakna dengan kata usury dalam bahasa Inggris yang dalam penggunaan modern berarti suku bunga yang lebih dari biasanya atau suku bunga yang mencekik.
Kamus Lane memberikan makna komprehensif yang mencakup sebagian besar definisi autentik awal dari kata riba. Menurut Lane, istilah riba bermakna meningkatkan, memperbesar, menambah, tambahan “terlarang”, menghasilkan lebih dari asalnya, mempraktikkan peminjaman dengan bunga
atau yang sejenis, kelebihan atau tambahan, atau tambahan di atas jumlah pokok yang dipinjamkan atau dikeluarkan”.
Riba adalah tambahan tanpa imbalan (bilaa ’awdhin) yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran (ziyaadatul ajal) yang diperjanjikan sebelumnya (asy-Syurtul Muqaddam).
Para ahli ekonomi Muslim menyebutkan bahwa setiap transaksi kredit atau tawar menawar, dalam bentuk uang atau lainnya, dianggap sebagai transaksi riba apabila mengandung tiga unsur berikut ini:
a. Kelebihan atau surplus di atas modal pinjaman;
b. Penetapan kelebihan ini berhubungan dengan waktu;
c. Transaksi yang menjadi syarat pembayaran kelebihan tersebut.
Salah satu dasar pemikiran utama yang sering dikemukakan oleh para cendekiawan Muslim adalah keberadaan riba (bunga) dalam ekonomi merupakan bentuk eksploitasi sosial dan ekonomi, yang merusak inti ajaran Islam tentang keadilan sosial.
Dalam fiqh muamalah, riba berarti tambahan yang diharamkan yang dapat muncul akibat utang atau pertukaran. Menurut Wahid Abdus Salam Baly, riba adalah tambahan (yang disyaratkan) terhadap uang pokok tanpa ada transaksi pengganti yang diisyaratkan.
Terjadi perbedaan dalam pendefinisian riba oleh para ulama fiqh. Berikut ini adalah definisi riba oleh para ulama dari 4 golongan madzhab:
a. Golongan Hanafi
Definisi riba adalah setiap kelebihan tanpa adanya imbalan pada takaran dan timbangan yang dilakukan antara pembeli dan penjual di dalam tukar menukar.
b. Golongan Syafi’i
Riba adalah transaksi dengan imbalan tertentu yang tidak diketahui kesamaan takarannya maupun ukurannya waktu dilakukan transaksi atau dengan penundaan waktu penyerahan kedua barang yang
dipertukarkan salah satunya.
c. Golongan Maliki
Golongan ini mendefinisikan riba hampir sama dengan definisi golongan Syafi’i, hanya berbeda pada illat-nya. Menurut mereka illat-nya ialah pada transaksi tidak kontan pada bahan makanan yang tahan lama.
d. Golongan Hambali
Riba menurut syara’ adalah tambahan yang diberikan pada barang tertentu. Barang tertentu tersebut adalah yang dapat ditukar atau ditimbang dengan jumlah yang berbeda. Tindakan semacam inilah yang dinamakan riba selama dilakukan dengan tidak kontan.
Menurut al-Arabi al-Maliki dalam kitabnya Ahkam al-Qur’an enjelaskan makna riba sebagaimana dikutip oleh Syafi’i Antonio, adalah sebagai berikut:
“Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.”
Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa riba adalah suatu kegiatan pengambilan nilai tambah yang memberatkan dari akad perekonomian, seperti jual beli atau utang piutang, dari penjual terhadap pembeli atau dari pemilik dana kepada peminjam dana,
baik diketahui bahkan tidak diketahui, oleh pihak kedua. Riba dapat pula dipahami hanya sebatas pada nilai tambah dari nilai pokok dalam suatu akad perekonomian.