Pengertian Hibah - Kata hibah adalah bentuk masdardari kata wahaba digunakan dalam al-Qur’an beserta kata derivatifnyasebanyak 25 kali dalam 13 surat. Wahaba artinya memberi, dan jika subyeknya Allah berarti memberi karunia, atau menganugerahi.
Secara bahasa dalam kamus Al-Munjid, hibah berasal dari akar kata wahaba – yahabu –hibatan, berarti memberi atau pemberian. Dalam kamus al-Munawwirkata “hibah” ini merupakan mashdar dari kata wahaba yang berarti pemberian. Demikian pula dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pemberian dengan sukarela dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain.
Pengertian Hibah
Menurut terminologi, kata hibah dirumuskan dalam redaksi yang berbeda-beda, diantaranya:
- Jumhur ulama sebagaimana dikutip Nasrun Haroen, merumuskan hibah adalah Artinya : “Akad yang menjadikan kepemilikan tanpa adanya pengganti ketika masih hidup dan dilakukan secara sukarela” Maksudnya hibah itu merupakan pemberian sukarela seseorang kepada orang lain tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya pemilikan harta itu dari pemberi kepada orang yang diberi.
- Abd al-Rahman al-Jaziri dalam Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah. Menghimpun empat definis hibah dari empat madzhab yaitu menurut madzhab Hanafi, hibah adalah memberikan sesuatu benda dengan tanpa menjanjikan imbalan seketika, sedangkan menurut madzhab Maliki yaitu memberikan milik sesuatu zat dengan tanpa imbalan kepada orang yang diberi, dan juga bisa disebut hadiah. Madzhab Syafi’i dengan singkat menyatakan bahwa hibah menurut pengertian umum adalah memberikan milik secara sadar sewaktu hidup.
- Definisi yang lebih rinci dan komprehensif dikemukakan madzhab Hambali: Artinya: Pemilikan harta dari seseorang kepada orang lain yang mengakibatkan orang yang diberi boleh melakukan tindakan hukum terhadap harta itu, baik harta itu tertentu maupun tidak, bendanya ada dan boleh diserahkan yang penyerahannya dilakukan ketika pemberi masih hidup, tanpa mengharapkan imbalan.
- Menurut Sayyid Sabiq, hibah adalah akad yang dilakukan dengan maksud memindahkan milik seseorang kepada orang lain ketika masih hidup dan tanpa imbalan.
- Definisi dari Syekh Muhammad ibn Qasim al-Ghazzi, bahwa hibah adalah memberikan sesuatu yang dilestarikan dan dimutlakkan dalam hubungannya dengan keadaan ketika masih hidup tanpa ada ganti, meskipun dari jenjang atas.
- Tidak jauh berbeda dengan rumusan di atas, Syekh Zainuddin ibn Abd Aziz al-Malibary, bahwa hibah adalah memberikan suatu barang yang pada galibnya sah dijual atau dihutang, oleh orang ahli tabarru’, dengan tanpa ada penukarannya.
Beberapa
definisi hibah di atas sama-sama mengandung makna pemberian harta kepada seseorang langsung tanpa mengharapkan imbalan apapun, kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hibah adalah akad atau perjanjian yang menyatakan perpindahan milik seseorang kepada orang lain di waktu ia masih hidup tanpa mengharapkan penggantian sedikitpun.
Hibah sebagai salah satu bentuk tolong menolong dalam rangka kebajikan antara sesama manusia sangat bernilai positif.
Para ulama fiqh sepakat mengatakan bahwa hukum hibah adalah sunat berdasarkan firman
Allah dalam surat an-Nisa’, 4: 4 yang artinya: Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu.
Dalam surat al-Baqarah, 2: 177 Allah berfirman: artinya: Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan)
Para ulama juga beralasan dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya: Dari Abu Hurairah r.a. dariNabi saw, beliau bersabda saling berhadiahlah kamu sekalian, niscaya kamu akan saling mencintai (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam “Al Adab Al Mufrad, dan diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad yang bagus.
Menurut Al-San’any bahwa Al Baihaqi dan lainnya juga meriwayatkan hadits tersebut, tetapi dalam setiap riwayatnya banyak kritikan orang, sedang penyusunnya adalah sudah menilai hasan sanadnya (hadits hasan); seakan-akan beliau menilainya hasan itu karena banyak penguatnya.Di antaranya hadits berikut ini sekalipun lemah. Artinya: Dari Anas r.a. beliau berkata; Rasulullah saw, bersabda saling memberi hadiahlah kamu sekalian, karena sesungguhnya hadiah itu menghilangkan kedengkian. (Diriwayatkan oleh Al Bazzar dengan sanad yang lemah) Kelemahannya itu adalah karena diantara para perawinya ada orang yang lemah. Hadits tersebut mempunyai beberapa sanadnya yang seluruhnya tidak ada yang sepi dari kritik. Dalam suatu matan lain bahwa hadiah itu akan menghilangkan rasa dendam. Hadits-hadits tersebut sekalipun tidak lepas dari kritikan orang, namun sesungguhnya hadiah itu jelas mempunyai fungsi bagi perbaikan perasaan hati.
Baik ayat maupun hadits di atas, menurut jumhur ulama menunjukkan (hukum) anjuran untuk saling membantu antar sesama manusia. Oleh sebab itu, Islam sangat menganjurkan seseorang yang mempunyai kelebihan harta untuk menghibahkannya kepada orang yang memerlukannya.
Menurut Ali Ahmad al-Jurjawi yang dikutip Masjfuk Zuhdi, bahwa Islam menganjurkan agar umat Islam suka memberi, karena dengan memberi lebih baik daripada menerima. Pemberian harus ikhlas, tidakada pamrih atau motif apa-apa, kecuali untuk mencari keridhaan Allah dan untuk mempererat tali persaudaraan dan persahabatan.
Sekalipun hibah memiliki dimensi taqarrub dan sosial yang mulia, di sisi lain terkadang hibah juga dapat menambah rasa iri dan benci, bahkan ada pula yang menimbulkan perpecahan di antara mereka yang menerima hibah, terutama dalam hibah terhadap keluargaatau anak-anak. Hibah seorang ayah terhadap anak-anak dalam keluarga tidak sedikit yang dapat menimbulkan iri hati, bahkan perpecahan keluarga. Artinya hibah yang semula memiliki tujuan mulia sebagai taqarrubdan kepedulian sosial dapat berubah menjadi bencana dan malapetaka dalam keluarga.