Pengertian Kufur – Kata kufur sering disalah artikan. Kata tersebut selalu dipahami dengan pengertian yang tidak sejalan dengan termenologi al -Qur’an. Dalam pandangan Asghar, sesungguhnya kata kufr dalam al-Qur’an merupakan istilah fungsional, bukan formal. Dalam kazanah pemikiran teologis, yang secara literal adalah menyembunyikan, menutupi, secara formal biasanya dipahami sebagai suatu sikap tidak percaya kepada Tuhan. Namun jika kita mengkaji lebih mendalam dan teliti kitab suci al-Qur’an teryata hasil itu tidaklah sepenuhnya demikian. Sebab, orang-orang di Makkah yang memberikan perlawanan dengan sengit dalam memusuhi rasullah dahulu itu adalah yang benar-benar percaya pada Allah. Al-Qur’an sendiri menegaskan: Dan sesungguhnya jika kamu menyatakan kepada mereka: “siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” tentu mereka akan menjawab: “Allah”. Katakan “segala puji bagi Allah”, tetapi kebayakan mereka tidak memahami (nya).
Di sisi lain, Nabi Muhammad sendiri kepada mayarakat Arab yang menjadi penyembah berhala tidak pernah menyebutnya sebagai kafir, tetapi menyebutnya sebagai masyarakat umum. Kafir secara literal berarti orang yang menolak atau menutup, dalam al-Qur’an secara tegas digunakan untuk menyebut orang-orang kontemporer masa Nabi yang tidak percaya pada pesanya bahkan ketika di alamtkan kepada mereka sekalipun. Al -Qur’an juga tidak pernah menggunakan term tersebut untuk menunjukan kaum non muslim secara umum.
Pengertian Kufr
Penelusuran terhadap sejarah dan adanya teks-teks al-Qur’an mengantarkan Asghar pada kesimpulan bahwa
Pengertian kufur adalah prilaku tidak percaya dan menutupi misi revolusioner Muhammad. Orang kafir yang sesungguhnya adalah orang yang arogan dan penguasa yang menindas, merampas, melakukan perbuatan-perbuatan salah dan tidak menegakkan yang ma’ruf, tetapi sebaliknya membela yang mungkar. Dengan demikian sangat jelas bahwa kafir dalam pengertian sebenarnya adalah orang-orang yang memupuk kekayaan dan menimbulkan terus-menerus ketidak adilan serta merintangi upaya-upaya menegakkan keadilan.
Menurut Hassan Hanafi nama ini mengisyaratkan akidah yang pertama dan paling popular, yaitu akidah tauhid, namun muncul pertayaan, apakah tauhid itu bersifat teoritis atau praksis? Apakah tauhid berhubungan dengan bilangan tuhan, dan ternyata bilangannya satu, atau tauhid itu sebenarnya merealisasikan gambaran kemahaesaan tuhan di dunia ini? Pada hakikatnya tauhid itu terkandung bersifat ilmiah, dan terkadang pula bersifat praksis. Ilmu tauhid merupakan landasan teoritis bagi aktivitas praksis. Sedangkan mekanisme kerja tauhid itu adalah mengesakan sikap, kemudian mengesakan masyarakat, dan mengesakan dunia dalam satu sistem yaitu sistem wahyu. Dunia memiliki sistem dunia. Sedangkan tauhid itu satu aktivitas di antara sekian aktivitas yang bersifat emosional, yaitu meletakkan esensi tauhid pada perasaan terdalam seorang yang mengesakan gambaran kesatuan dunia.
Dengan demikian, tauhid bukanlah akidah dalam pengertian gambaran teoritis semata-mata, melainkan sebuah “mekanisme kerja mengesankan”. Perkataan tawhiditu sendiri secara bahasa merupakan “kata benda aktif”, bukan “kata benda pasif”. Yang menunjukan kepada suatu proses, tidak menunjukan subtansi seperti halnya pada perkataan wahidyang mengacu kepada pola kata fa’il. Tauhid itu merupakan kerja emosional yang di dalamnya seorang menyatukan segala kekuatan dan kemampuannya menuju hakikat yang satu dan mutlak, serta menyeluruh dan bersifat umum, yang hanya dapat ditangkap oleh pemikiran, murni dan suci. Pada umumnya gerakan pembaruan kontemporer lebih memberikan nilai-nilai ketuhanan pada tauhid praktis daripada tauhid teoritis, dan mengubah tauhid menjadi kekuatan yang aktif di dalam menyatukan emosi masing-masing individu dan menyatupadukan keterpecahan umat.
Terkadang tauhid disandingkan dengan sifat, maka keduanya menjadi nama sebuah disiplin ilmu, yaitu “ilmu tauhid dan sifat” tema ini merupakan tema-tema ilmu yang termulia, dan “sifat” merupakan esensi akidah tauhid. Pada hakikatnya persoalan zat dan sifat menurut orang-orang terdahulu merupakan inti tauhid.namun, kekeliruan meraka terletak pada usaha mereka dalam mempersonalisasikan, membakukan, menghalangi, memadamkan, membekukannya seperti patung zat dan sifat tersebut. Sedangkan zat tersebut sebenarnya dapat membangkitkan kesadaran yang tulus, sebagaimana sifat memberikan gambaran keteladanan yang tinggi yang mendorong manusia untuk merealisasikan sifat-sifat Tuhan tersebut didalam kehidupan praksis. Oleh sebab itu, zat dan sifat mengisaratkan kerangka dasar teoritis bagi suatu perbuatan atau merupakan idiologi yang dibawa oleh wahyu untuk diterapkan dalam kehidupan praksis. Yang oleh seorang intelektual dapat ditangkap sebagai sebuah sistem ideal yang sejalan dengan pemikiran rasional dan hukum alam.
Demikianlah
pengertian kufur menurut Asghar ali Engineer dan Hassan Hanafi, semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca sekalian.