Pengertian Perjanjian - Secara
etimilogis perjanjian dalam bahasa arab mu’ahadah, ittifaq, akad atau kontrak.
Secara terminologis menurut Yan Pramadya Puspa, Perjanjian adalah suatu
perbuatan dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seseorang atau
lebih.
Perjanjian menurut WJS,
Poerwadarminta, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang
dibuat oleh dua pihak atau lebih yang mana berjanji akan mentaati apa yang
tersebut di persetujuan itu.
Pengertian Perjanjian dalam hukum
Indonesia, disebut “akad” dalam hukum Islam. Kata “akad” berasal dari kata
al-‘aqd, yang berarti“ mengikatkan (tali), menyimpulkan, menyambung, atau
menghubungkan. Sedangkan menurut al-Sayyid Sabiq akad berarti ikatan atau
kesepakatan. Definisi akad yang lain adalah: pertemuan ijab dan kabul sebagai
pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum
pada objeknya.
Definisi di atas memperlihatkan
bahwa, akad merupakan keterkaitan atau pertemuan ijab dan kabul yang berakibat
timbulnya akibat hukum. Ijab adalah penawaran yang diajukan oleh salah satu
pihak, dan kabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan mitra akad sebagai
tanggapan terhadap penawaran pihak yang pertama. Akad tidak terjadi apabila
pernyataan kehendak masing-masing pihak tidak terkait satu sama lain karena
akad adalah keterkaitan kehendak kedua belah pihak yang tercermin dalam ijab
dan kabul.
|
Perjanjian - Akad Ijab dan Qabul |
Tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hukum. Lebih tegas lagi, tujuan
akad adalah maksud bersama yang ingin dicapai dan yang hendak diwujudkan oleh
para pihak melalui perbuatan akad. Akibat hukum akad dalam hukum Islam disebut
“hukum akad”. Tercapainya tujuan akad tercermin pada terciptanya akibat hukum. Bila
maksud para pihak dalam jual beli adalah untuk
melakukan pemindahan kepemilikan, maka terjadinya pemindahan kepemilikan
tersebut merupakan akibat hukum akad jual beli. Akibat hukum inilah yang
disebut kemudian sebagai hukum akad.
Tujuan setiap akad menurut fuqaha, hanya diketahui melalui syara’ dan harus
sejalan dengan kehendak syara’. Atas dasar itu, seluruh akad yang mempunyai
tujuan atau akibat hukum yang tidak sejalan dengan syara’ hukumnya tidak sah. Tujuan
akad memperoleh tempat penting untuk menentukan apakah suatu akad dipandang sah
atau tidak. Tujuan ini berkaitan dengan motivasi atau niat seseorang melakukan
akad. Agar tujuan akad ini dianggap sah, maka harus memenuhi syarat-syarat,
yaitu: yang pertama tujuan hendaknya baru ada pada saat akad diadakan, yang
kedua Tujuan akad harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad.
Yang ketiga Tujuan akad harus dibenarkan syara’.
Unsur perjanjian
Terdapat beberapa unsur
perjanjian, antara lain:
a.
Ada pihak –pihak , sedikitnya dua pihak: Pihak dalam
perjanjian adalah para pihak yang terikat dengan diadakannya suatu perjanjian.
Subyek perjanjian dapat berupa orang atau badan hukum. Syarat menjadi subyek
adalah harus mampu atau berwenang melakukan perbuatan hukum.
b.
Ada Persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap:
Unsur yang terpenting dalam perjanjian adalah adanya persetujuan (kesepakatan)
antara para pihak. Sifat persetujuan dalam suatu perjanjian disini haruslah
tetap,bukan sekedar berunding. Persetujuan itu ditunjukan dengan penerimaan
tanpa syarat suatu tawaran. Apa yang ditawarkan oleh pihak yang satu diterima
oleh pihak yang lainnya. Yang ditawarkan dan dirundingkan pada umumnya mengenai
syarat-syarat dan obyek perjanjian. Dengan disetujuinya oleh masing-masing
pihak tentang syarat dan obyek perjanjian, maka timbullah persetujuan, yang
mana persetujuan ini merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian.
c.
Ada Tujuan Perjanjian: Tujuan Mengadakan perjanjian
terutama untuk memunuhi kebutuhan para pihak itu, kebutuhan mana hanya dapat
dipenuhi jika mengadakan perjanjian dengan orang lain. Tujuan itu sifatnya
tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang
oleh undang-undang.
d.
Ada prestasi
yang akan dilaksanakan: Dengan adanya persetujuan, maka timbullah kewajiban
untuk melaksanakan suatu prestasi. Prestasi merupakan kewajiban yang
harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.
Misalnya, pembeli berkewajiban membayar harga barang dan penjual berkewajiban
menyerahkan barang.
e.
Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan: Bentuk
perjanjian perlu ditentukan, karena ada ketentuan undang undang bahwa hanya
dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan
kekuatan bukti. Bentuk tertentu biasanya beruba akta. Perjanjian itu dapat
dibuat lisan, artinya dengan kata-kata yang jelas maksud dan tujuaanya yang
dipahami oleh parak pihak itu sudah cukup, kecuali jika para pihak menghendaki
supaya dibuat secara tertulis (akta).
f.
Ada syarat-syarat tententu sebagai isi perjanjian:
Syarat-syarat tersebut biasanya terdiri dari syarat pokok yang akan menimbulkan
hak dan kewajiban pokok, misalnya mengenai barangnya, harganya dan juga syarat
pelengkap atau tambahan, misalnya mengenai
cara pembayaranya, cara penyerahanya, dan sebagainya.
Demikianlah pengertian perjanjian dan unsur-unsur Perjanjian, semoga tulisan
kami di atas dapat menambah khazanah keilmuan yang berkaitan dengan hukum islam
terutama tentang perjanjian.