Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) - Perusahaan merupakan salah satu sendi kehidupan masyarakat moderen, karena perusahaan merupakan salah satu pusat kegiatan manusia guna memenuhi kehidupannya. Selain itu, perusahaan juga sebagai salah satu suber pendapatan negara melalui pajak dan wadah tenaga kerja. Menurut Dwi Tuti Muryati: “perusahaan merupakan lembaga yang secara sadar didirikan untuk melakukan kegiatan yang terus-menerus untuk mendayagunakan sumber daya alam dan sumber daya manusia sehingga menjadi barang dan jasa yang bermanfaat secara ekomonis”.
Menurut Sri Rejeki Hartono menyatakan: aktivitas menjalankan perusahaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus dalam pengertian yang tidak terputus-putus, kegiatan tersebut dlakukan secara terang-terangan dalam pengertian sah/legal, dan dalam rangka untuk memperoleh keuntungan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.”
Menurut Mentri Kehakiman Nederland (Minister van Justitie Nederland) dalam memori jawaban kepada parlemen menafsirkan pengertian perusahaan sebagai berikut: ”Barulah dapat dikatakan adanya perusahaan apabila pihak yang berkepentingan bertindak secara tidak terputus-putus, terang-terangan, serta di dalam kedudukan tertentu untuk memperoleh laba bagi dirinya sendiri ”
Menurut Molengraaf pengertian perusahaan sebagai berikut: ”Barulah dapat dikatakan adanya perusahaan bila secara terus-menerus bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan dengan mempergunakan atau menyerahkan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan. Sementara Polak menambahkan pengertian perusahaan sebagai berikut: ”Suatu perusahaan mempunyai ”keharusan melakukan pembukuan”. Secara jelas pengertian perusahaan ini dijumpai dalam Pasal 1 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang dinyatakan sebagai berikut: ) ”Perusahaan adalah setiap bentuk badab usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus, didirikan, bekerja,serta berkedudukan dalam wilayah Negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan /laba “.
 |
Pengertian CSR |
Dari pengertian-pengertian diatas, ada dua unsur pokok yang terkandung dalam suatu perusahaan, yaitu:
- bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha baik berupa suatu persekutuan atau badan usaha yang didirikan, bekerja dan berkedudukan di Indonesia.
- jenis usaha yang berupa kegiatan dalam bidang bisnis, yang dijalan secara terus-menerus untuk mencari keuntungan.
Dengan demikian suatu perusahaan harus mempunyai unsur-unsur di antaranya:
(1). Terus-menerus atau tidak terputus-putus;
(2). Secara terang-terangan (karena berhubungan dengan pihak ketiga);
(3). Dalam kualitas tertentu (karena dalam lapangan perniagaan);
(4). Mengadakan perjanjian perdagangan;
(5). Harus bermaksud memperoleh laba;
Unsur-unsur perusahan sebagaimana dikemukakan di atas, dapat dirumuskan bahwa suatu perusahaan adalah setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam bidang perekonoimian secara terus-menerus, bersifat tetap, dan terang-terangan dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba yang dibuktikan dengan pembukuan. Hubungan ideal antara bisnis dengan masyarakat menjadi suatu masalah perdebatan (a matter of debate). Tanggungjawab sosial merupakan suatu ide bahwa bisnis memiliki tanggungjawab tertentu kepada masyarakat selain mencari keuntungan (the persuit of profits). Baru-baru ini istilah Corporate Social Responsibility (CSR) mencakup pengertian yang lebih luas, menuju Social Responcibility dan Social Leadership. Social Responcibility (CSR) didefinisikan sebagai berikut: )
1. ” Social Responcibility is seriously considering the impact of the company’s actions on society”
2. ”the idea of social reaponsibility...reguares the individual to consider his (or her) responsible for the effects of his (or his) acts anywhare is that system.”
Tanggungjawab sosial dapat pula diartikan sebagai berikut; ”merupakan kewajiban perusahaan untuk merumuskan kebijakan, mengambil keputusan, dan melksanakan tindakan yang memberikan manfaat kepada masyarakat”. Pada penngertian yang lainnya Social Responcibility atau tanggungjawab sosial diartikan sebagai berikut: ) ” merupakan kontribusi menyeluruh dari dunia usaha terhadap pembagunan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari kegiataanya”. CSR di Indonesia baru dimulai pada awal tahun 2000. Namun, kegiatan yang esensi dasarnya sama telah berjalan sejak tahun 1970-an dengan tingkat yang bervariasi, mulai dari bentuk yang sederhana seperti donasi sampai pada bentuk yang komperensif seperti membangun sekolah.
Mengingat CSR bersifat intagible (kasat mata), maka sulit dilakukan pengukuran tingkat keberhasilan yang telah dicapai. Oleh karena itu, diperlukan berbagai pendekatan kuantitatif dengan menggunakan triple bottom line atau lebih dikenal secara sustainability-reporting. Dari sisi ekonomi, penggunaan sumber daya alam dihitung dengan akutansi sumber daya alam, sedangkan pengeluaran dan penghematan biaya lingkungan dapat dihitung dengan menggunakan akutansi lingkungan. Salah satu alat ukur yang dipakai disebut PROPER. Inilah awal dari pengukuran penerapan CSR dari aspek sosial dan lingkungan-sustainability-reporting.
Pembangunan adalah apabila dapat memenuhi kebutuhan saat ini. Dengan mengusahakan berkelanjutan pemenuhan kebutuhan bagi hubungan antar generasi, artinya untuk memberikan kesempatan kepada generasi selanjutnya,. Hal ini mengisyaratkan adanya adanya suatu ahli teknologi bagi hubungan antar generasi, artinya untuk memberi kesempatan kepada generasi selanjutnya dalam memenuhi kebutuhannya. Penerapan pembangunan seperti itu harus didukung oleh aspek sosial-sustainability, yang berhubungan dengan lingkungan. Hal ini harus disosialisasikan oleh para pelaksana pembangunan di Indonesia dan harus diterapkan kepada setiap manusia pelaksana kegiatan pembangunan tersebut. Social-sustansibility itu terdiri dari tiga aspek yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan.
Untuk pelaksanaannya adalah human-sustainability yaitu peningkatan kualitas manusia secara etika seperti pendidikan, kesehatan, rasa empati, saling menghargai dan kenyamanan yang terangkum dalam tiga kapasitas yaitu spiritual, emosional, dan intelektual. Pembangunan dibidang ekonomi, lingkungan dan sosial dapat dilakukan oleh korporasi yang mempunyai kebudayaan perusahaan sebagai suatu bentuk tanggungjawab sosial perusahaan (corporat social responcibility). Corporate Social Responsibility dapat dipahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersama dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih luas.
Secara umum, Corporate Social Responsibility merupakan peningkatan kualitas kehidupan mempunyai arti adanya kemamupuan manusia sebagai individu anggota komunitas untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada dan dapat menikmati serta memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan-perubahan yang ada sekaligus memelihara, atau dengan kata lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada suatu komunitas, atau merupakan suatu proses yang penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders baik secara internal (pekerja, shareholders, dan penanaman modal) maupun eksternal kelembagaan pengaturan umum, anggota-anggota komunitas, kelompok komunitas sipil dan perusahaan lain).
Jadi, tanggungjawab perusahaan secara sosial tidak hanya terbatas pada konsep pemberian donor saja, tetapi konsepnya sangat luas dan tidak bersifat statis dan pasif dan statis, hanya dikeluarkan dari perusahaan, akan tetapi hak dan kewajiban yang dimiliki bersama antara stakeholders. Konsep Corporate Social Responsibility melibatkan tanggungjawab kemitraan antara pemerinta, lembaga, sumberdaya komunitas, juga komunitas lokal (setempat). Kemitraan ini tidaklah bersifat pasif atau statis. Kemitaraan ini merupakan tanggungjawab bersama secara sosial antara takeholders. Konsep kedermawanan perusahaan (corporate philantrophy) dalam tanggungjawab sosial tidaklah lagi memadai karena konsep tersebut tidaklah melibatkan kemitraan tanggungjawab perusahaan secara sosial dengan stakeholders lainnya.
Tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) pada dasarnya juga terkait dengan budaya perusahaan (corporate culture) yang ada dipengaruhi oleh etika perusahaan yang bersangkutan. Budaya perusahaan terbentuk dari para individu sebagai anggota perusahaan yang bersangkutan dan biasanya dibentuk oleh sistem dalam perusahaan. Sistem perusahaan khususnya alur dominasi para pemimpin memegang peranan penting dalam pembentukan budaya perusahaan, pemimpin perusahaan dengan motivasi yang kuat dalam etikanya yang mengarah pada kemanusiaan akan dapat memberikan nuansa budaya perusahaan secara keseluruhan.
Seiring waktu berlalu, corporate philantropy (CP) kemudian berkembang menjadi corporate social responsibility (CSR). CSR berbeda dengan philantropy dari dimensi keterlibatan si pemberi dana dalam aktivitas yang dilakukannya. Kegiatan CSR seringkali dilakukan sendiri oleh perusahaan, atau dengan melibatkan pihak ketiga (misalnya yayasan atau lembaga swadaya masyarakat) sebagai penyelenggara kegiatan tersebut. Yang jelas, melalui CSR perusahaan jauh lebih terlibat dan terhubung dengan pihak penerima (beneficiaries) dalam aktivitas sosial dibandingkan dengan CP.
Aktivitas sosial yang dilakukan melalui CSR pun jauh lebih beragam. Hills dan Gibbon berpendapat bahwa perusahaan harus bergeser dari pemahaman CP dan CSR menuju corporate soscial leadership (CSL), atau kepemimpinan sosial perusahaan. CSL menaungi sebuah jalan menuju solusi win-win antara masyarakat dan perusahaan dalam sebuah bentuk partnership. CSL menuntut perubahan cara pandang pelaku bisnis diminta untuk memandang aktivitas usaha yang mereka lakukan sebagai bagian dari eksistensi mereka ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, dalam CSL perusahaan tidak lagi hanya sekedar melakukan tanggungjawab (doing the right thing), tetapi juga menjadi pemimpin dalam perubahan sosial yang tengah berlangsung (making things right).
Pergeseran paradigma dalam hubungan antara sektor privat (perusahaan) dan sektor publik (masyarakat) ini tentunya memberikan peluang yang tersewndiri untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah global yang simpul-simpulnya dapat diperhatikan didalam delapan poin Milinium Development Global (MDG). Ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh sebuah aktivitas CSL perusahaan.
Pertama, komitmen dan perubahan paradigma. Perusahaan harus menyadari bahwa entitas bisnis adalah juga merupakan bagian integral dari komunitas global. Ada aspek moral universal yang menaungi baik individu, masyarakat, Pemerintah, maupun kalangan bisnis dalam berperilaku di dunia ini. Bahwa pada kenyataannya mereka tidak boleh saling merugikan satu dengan yang lainnya adalah sebuah kenyataan moral yang tidak dapat disangkal.
Kedua, dalam merancang aktivitas CSL perusahaan harus memperhatikan beberapa hal esensial yang seringlkali tidak diperhatikan dalam CP maupun CSR: program-program sosial yang disusun harus beriringan dengan bidang usaha yang bersangkutan. Misalnya, perusahaan jasa komunikasi tidak diajukan untuk menembangkan aktivitas sosial yang jauh dari core business yang bersangkutan. Pengembangan aktivitas yang beriringan dengan bidang usaha yang bersangkutan, perusahaan tidak perlu secara khusus mengalokasikan dana yang besar, seperti halnya pada aktivitas CP dan CSR. Perusahaan cukup menggerakan resourses yang ada dan yang tengah berjalan. Hal ini membuka peluang bagi usaha menengah dan kecil untuk juga secara aktif menyelenggarakan program-program CSL.
Ketiga, dampak positif yang dibawa oleh aktivitas CSL harus selalu bersifat berkelanjutan (sustainabel). Maksudnya adalah bahwa aktivitas CSL harus selalu dirancang untuk mendorong kemandirian dan keberdayaan masyarakat (community outreach). Oleh karena itu, program CSL harus terukur dan berada dalam kerangka waktu tertentu. Ini untuk menjamin dampak positif dari kegiatan community outreach yang dilakukan dapat terus terasa di tengah-tengah masyarakat sekalipun perusahaan sudah tidak lagi secara aktif terlibat di komunitas yang bersangkutan.
Pendukung konsep tanggungjawab sosial (social responsibility) memberi argumentasi bahwa suatu perusahaan mempunyai kewajiaban terhadap masyarakat selain mencari keuntungan. Ada berapa definisi tentang definisi CSR, yang pada dasarnya adalah etika dan tindakan untuk turut berperan dalam keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan. Definisi dari Corporate Social Responcibility (CSR) itu sendiri telah dikemukakan oleh banyak pakar. Diantaranya adalah definisi yang dikembangkan oleh Magnan & Ferrel yang mendefinisikan CSR sebagai ”A business acts in socially responsible manner when its decisionand account for and balance diverse stake holder interest ” .
Pada hakekatnya setiap orang, kelompok dan organisasi mempunyai tanggungjawab sosial (social responcibility) pada lingkungannya. Tanggungjawab sosial seorang atau organisasi adalah etika dan kemampuan berbuat baik pada lingkungan sosial hidup berdasarkan aturan, nilai dan kebutuhan masyarakat. Berbuat baik atau kebajikan merupakan bagian dari kehidupan sosial. Dan segi kecerdasan, berbuat kebajikan adalah salah satu unsur kecerdasan spiritual. ) Tanggungjawab sosial itu disebut tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate Social Responcibility— CSR).
Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) menurut Howard Rothmann Bowen yang digagas pada tahun 1953 dalam tulisanya berjudul Social Responcibility of the Businesman.;
“ CSR berakar dari etika yang berlaku di perusahaan dan di masyarakat. Etika yang dianut oleh perusahaan merupkan bagian dari budaya perusahaan (corporate culture); dan etika yang dianut oleh masyarakat merupakan bagian dari budaya masyarakat. )
Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) itu sendiri telah dikemukakan oleh banyak pakar. Diantaranya adalah definisi yang dikemukakan oleh Magnan dan Ferrel yang mendefinisikan CSR sebagai “ A business acts in socially responsible manner when its decision and accaund for and balance diverse stake holder interest”. ) Definisi ini menekankan kepada perlunya memberikan perintah secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholders yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang ambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggungjawab.