Masyarakat perkotaan atau urban communityadalah masyarakat yang jumlah penduduknya tidak tertentu, tekanan pengertian” kota”, terletak pada sifat serta ciri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Ada dua sebutan atau istilah seringkali rancu penggunaannya, atau tumpang tindih, yakni kota searti dengan citydan daerah perkotaan atau urban.
Urban yaitu suatu daerah yang memiliki suasana kehidupan dan penghidupan modern, yang menyerupai ciri-ciri kota atau menuju ke arah kota.
Sedangkan menurut Raharjo ada dua makna dalam mengartikan istilah Urbanisasi. Arti yang pertama urbanisasi berarti proses pengkotaan yaitu proses pengembangan atau mengkotanya suatu daerah dalam hal ini desa. Dan arti yang kedua , perpindahan penduduk dari desa ke kota, diantara kedua arti urbanisasi tersebut pada umumnya yang sering dipakai adalah pengertian yang kedua, namun keduanya sama-sama benar. Hanya saja yang ditekankan diantara keduanya itu berbeda. Kalau untuk arti urbanisasi yang pertama yaitu proses mengkotanya suatu daerah (desa). Itu lebih menekankan pada segi-segi sosial budaya daripada segi-segi fisik kota.
Meskipun suatu daerah atau lingkungan baik secara geografis maupun berdasarkan ketentuan Pemerintah masih termasuk kategori belum kota, tetapi jika orang-orang atau masyarakatnya telah
menempuh cara-cara hidup ke kota-kotaan, berarti lingkungan atau daerah itu , telah mengalami proses urbanisasi
Ciri-ciri Masyarakat Urban
Yang mana perubahan-perubahan sosial tampak nyata di kota, karena masyarakatnya open mindedatau terbuka dalam menerima pengaruh luar, hal itu dikarenakan jalan pikiran masyaraka kota lebih rasional, sehingga dalam berinteraksipun lebih didasarkan pada faktor kepentingan. Kemudian pembagian kerja di kota lebih tegas.
Karakteristik kota dibagi ke dalam beberapa aspek, yaitu dari aspek morfologi, dari aspek jumlah penduduk, aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek hukum.
Dari aspek morfologi, anatara kota dan pedesaan terdapat perbedaan bentuk fisik, seperti cara membangun bangunan tempat tinggal yang berjejal dan tinggi dan serba kokoh, namun pada prakteknya kriteria itu sulit digunakan sebagai tolak ukur, karena banyak ditemukan bagian-bagian kota tampak seperti desa misalnya daerah pinggiran kota.
Dari aspek sosial, gejala kota dapat dilihat dari hubungan-hubungan sosial diantara penduduk atau warga kota. Hubungan sosial bersifat impersonal, berdasarkan kepentingan. Dari aspek ekonomi, gejala kota dapat dilihat dari cara hidup warga kota yaitu bukan dai bidang pertanian atau agraria sebagai mata pencaharian pokonya, tetapi dari segi produksi atau jasa.
Pada masyarakat modern, tentunya akan berbeda dengan pandangan masyarakat tradisional dalam memandang suatu kepercayaan dalam hal ini keagamaan. Perbedaan ini bisa ditunjukkan dengan tahapan perkembangan evolusi agama menurut Robert Bella. Yang mana pada tahap kelima ada Agama Modern. Agama ini dikonsepsikan dengan suatu bentuk kehidupan keagamaan ketika konsep dan ritual-ritual agama tradisional yang sebagian telah digantikan dengan kekhawatiran etika humanistic dari berbagai hal sekuler. Dan mengandalkan logika formal yang mampu diterima dengan akal sehat.
Tahap evolusi agama tersebut mengindikasikan bahwa agama pada akhirnya akan kehilangan makna spiritualnya. Pada masyarakat modern mereka menganggap agama sebagai sesuatu yang patut dimusuhi atau harus dicurigai karena dianggap sebagai produk masa lalu yang dianggap kuno, membelenggu kebebasan manusia dan kini digantikan oleh kebenaran akal atau yang bersifat empiris.
Sedangkan dalam hal pendidikan masyarakat urban memandang penting suatu pendidikan, karena menurut mereka pendidikan sudah menjadi sebuah kebutuhan dalam hidup. Pendidikan juga bisa mengubah masa depan seseorang maka lembaga pendidikan seperti sekolah dianggap bisa dan menjadi jembatan untuk memperoleh status sosial tertentu di masyarakat. Yang mana pada masyarakat desa yang masih tradisional keluarga masih dianggap bisa menjalankan fungsi pendidikan sepenuhnya, namun pada masyarakat urban yang modern atau yang sedang menuju ke arah modern peran untuk memberikan pendidikan telah tergantikan lembaga pendidikan di luar keluarga yaitu sekolah.
Kita ketahui bahwa pendidikan mempunyai peran yang cukup penting dalam keterkaitannya terhadap proses perubahan,
Pendidikan sebagai bagian dalam perubahan sosial, pada dasarnya memilik dua fungsi yang dapat dikatakan saling bertentangan. Sampai sekarang ini, pendidikan masih berada pada posisi yang dilematis dalam sebuah struktur sosial. Di satu pihak, pendidikan berupaya untuk melegitimasi atau melanggengkan struktur sosial yang ada. Namun di sisi lain, pendidikan juga mempunyai tugas untuk melakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang lebih adil. Adanya delimatis tersebut itu dikarenakan realitas atau kondisi masyarakat atau struktur sosial yang selalu berubah.
Posisi pendidikan sebagai subjek dalam proses perubahan sosial berkaitan erat dengan fungsi pendidikan sebagai agent of change. Yang mana pendidikan merupakan sebuah proses transfer ilmu pengetahuan, dapat pula dimaknai sebagai proses penanaman nilai kepada individu. Pendidikan dapat mengubah pola pikir individu, dapat memberikan pencerahan pada individu mengenai hal-hal yang selama ini belum banyak diketahui masyarakat, pendidikan juga dapat merombak berbagai mitos yang selama ini berkembang dalam masyarakat, pendidikan dapat meluruskan barbagai hal yang selama ini dimaknai salah oleh masyarakat.
Peran pendidikan dalam perubahan sosial dapat dilihat pada masa Revolusi Industri di Inggris dan Revolusi Politik di Prancis. Karena keduanya mempunyai implikasi yang besar terhadap perubahan di seluruh dunia. Perubahan masyarakat tipe agraris yang seluruh kehidupannya selalu bergantung pada alam, kemudian berubah menjadi masyarakat industri yang bergantung pada teknologi. Masyarakat industri yang mengandalkan kemampuan teknologi dalam aktifitasnya, memaksa individu untuk terampil dan memiliki keahlian khusus untuk mengoperasikan teknologi tersebut. maka lahirlah institusi pendidikan dalam hal ini adalah sekolah. Yang mempunyai tujuan untuk membekali individu dengan keahlian khusus dalam menghadapi era industrialisasi. Oleh karena sekolah menjadi sebuah kebutuhan pokok, maka semua faktor penunjang belajar yang ada di sekolah perlu diperhatikan.
Seiring perjalanan zaman dan semakin bertambahnya pengetahuan dan ketrampilan yang harus diwariskan orang tua kepada anak-anaknya, pada akhirnya para orang tua semakin menunjukkan ketidaksanggupannya. Dan mulailah ada upaya-upaya pembelajaran melalui cara-cara tidak formal sesuai pengetahuan dan ketrampilan yang diinginkan para anaknya. Ditambah lagi semakin kompleksnya pengetahuan, kemudian upaya pembelajaran mulai diformalkan dalam bentuk persekolahan.
Yang paling utama dari sarana dan prasarana yang ada adalah Ruang kelas. Yang mana ruang kelas memiliki dinamika tersediri. Suasana yang ada di dalam ruang kelas bisa menjadi flexible atau ricuh bahkan ada yang pasif dan hal tersebut bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu jumlah atau kwantitas muridnya. Yang mana akan berbeda bila dibandingkan jumlah kelas yang berisi 15 orang dengan 30 orang, 50 orang atau juga 75 orang. Banyaknya jumlah murid selain berdampak langsung kepada muridnya tetapi juga kepada gurunya. Karena seorang guru diharapkan untuk mengenal luar dalam segenap aspek kehidupan peserta didik. Karena dengan cara itu, seorang guru dapat melakukan pembelajaran dan pendidikan sesuai dengan kapasitas, potensi, konteks dan situasional dari peserta didik. Sehingga proses pembelajaran dan pendidikan bisa dilakukan optimal dan efektif, serta tujuan pembelajaran dapat dicapai seperti yang diharapkan.
Oleh sebab itu, ruang kelas yang diisi oleh siswa yang terlalu banyak akan menyulitkan bagi guru untuk melakukan proses dan pencapaian tujuan pembelajaran seperti yang diedealkan. Jumlah yang diedealkan berkisar 20 orang perguru. Jika lebih dari ini akan menyulitkan bagi guru untuk melaksanakn proses dan pencapaian pembelajaran. Selain itu hubungan sosial antara guru dan peserta didik lebih intens, akrab dan personal dan hubungan seperti itu di pandang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan peserta didik dalam mengikuti proses mencapai tujuan pembelajaran.
Di samping itu peran guru yang menyadari bahwa dia mengajarkan sesuatu kepada manusia-manusia yang berharga dan berkembang. Dengan bekal kesadaran semacam itu di kalangan para pendidik, hal itu sudah memberikan harapan agar guru-guru menghormati pekerjaan mereka sebagai guru. Pekerjaan guru lebih bersifat psikologis, untuk itu guru hendaknya mengenal anak didik serta menyelami kehidupan kejiwaan anak didik di sepanjang waktu. Dan guru hendaknya tidak jemu dengan pekerjaannya. Meskipun dia tidak dapat menentukan atau meramalkan secara tegas tentang bentuk manusia yang bagaimanakah yang akan dihasilkan kelak dikemudian hari.
Belajar mengajar merupakan perilaku inti dalam proses pendidikan di mana anak didik dan pendidik berinteraksi. Interaksi belajar mengajar ditunjang oleh beberapa faktor lain dalam pendidikan, salah satunya adalah fasilitas pendidikan Mengenai ketersedian fasilitas pendidikan seperti sarana dan prasarana itu tidak terlepas dari tanggung jawab dari Kepala Sekolah, oleh karena itu Kepala Sekolah harus menaruh perhatian yang serius terhadap perlengkapan serta peralatan sekolah. Dalam hal ini yang tidak boleh dilupakan oleh Kepala Sekolah usaha-usaha pengadaan dana untuk penambahan ruang kelas atau ruang yang lain, rehabilitasi bagian-bagian yang rusak. Selain bertanggung jawab terhadap ketersediaan perlengkapan dan peralatan sekolah, tanggung jawab Kepala Sekolah yang lain yaitu terkait dengan masalah penerimaan murid baru.
Pendidikan sebagai aspek kehidupan manusia mengandung berbagai persoalan, dari persoalan yang bersifat praktis sampai ke persoalan yang bersifat sangat teoritis. Di balik persoalan-persoalan praktis yang berhubungan dengan kegiatan belajar-mengajar. Misalnya, terdapat persoalan-persoalan teoritis seperti proses kognisi, motivasi, konfigurasi informasi, serta pola komunikasi.
Secara garis besar kesuluruhan persoalan yang terdapat dalam bidang pendidikan dapat dibagi menjadi tiga jenis persoalan, yaitu meliputi persoalan Fundasional (persoalan-persoalan landasan), persoalan struktur (masalah-masalah struktur lembaga pendidikan), dan persoalan operasional atau persoalan yang praktis. Sedangkan masalah teoritis biasanya berkaitan dengan masalah fundasioanl. Persoalan- persoalan structural dalam pendidikan biasanya berhubungan dengan masalah sistem pendidikan, yaitu seperti cara struktur jaringan pendidikan yang dapat mempertemukan lembaga-lembaga pendidikan umum dengan lembaga pendidikan keagamaan.
Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa adanya pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang berbeda dengan generasi manusia masa lampau, bila dibandingkan dengan manusia sekarang, telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proses-proses pemberdayaannya. Secara kasar dapat dikatakan bahwa maju mundurnya atau baik buruknya suatu peradaban suatu masyarakat, akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakatnya.
Oleh karena sekolah menjadi sebuah kebutuhan pokok, maka semua faktor penunjang belajar yang ada di sekolah perlu diperhatikan. Yang paling utama dari sarana dan prasarana yang ada adalah Ruang kelas.