Kepatuhan pajak merupakan elemen penting dalam rangka peningkatan penerimaan pajak. Sebagai salah satu fondasi dalam penguatan penerimaan pajak, kepatuhan pajak terdapat berperan dalam meningkatkan animo dan respon masyarakat terhadap kewajiban perpajakannya.
Kepatuhan Wajib Pajak Menurut menurut Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia rahayu, menyatakan bahwa: “Kepatuhan wajib pajak adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”
Ada dua macam kepatuhan menurut Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu yaitu:
1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secaraformal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.
2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka wajib pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material. Sedangkan kepatuhan material yaitu suatu keadaan di mana wajib pajak secara substantive memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal.
Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir”.
Menurut Chaizi Nasucha dalam Siti Kurnia Rahayu kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari:
- “Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.
- Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT).
- Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang, dan
- Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan”.
Kriteria Wajib Pajak Patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000 (2010:139) dalam Siti Kurnia, bahwa kriteria kepatuhan Wajib Pajak adalah:
- Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir.
- Tidak mempunyai tunggakanpajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
- Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
- Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap Wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.
- Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba fiskal.
Maka pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara.
Predikat Wajib Pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan Wajib Pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan pada kas negara. Karena pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada negara, jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat Wajib Pajak patuh.
Pentingnya Kepatuhan Wajib Pajak
Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh dunia, baik bagi negara maju maupun di negara berkembang. Karena jika Wajib Pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan, penyeludupan dan pelalayan pajak. Yang pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak negara akan berkurang.
Menurut Siti Kurnia Rahayu kepatuahan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
- Kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara
- Pelayanan pada Wajib Pajak
- Penegakan hukum perpajakan
- Pemeriksaan pajak
- Dan tarif pajak
Administrasi perpajakan di indonesia masih perlu diperbaiki, dengan perbaikan diharapkan Wajib Pajak lebih termotivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan alat untuk mencapai suatu sistem telah diperbaiki maka faktor-faktor lain akan berpengaruh.
Wajib pajak akan patuh karena mereka berfikir adanya sanksi berat akibat tindakan ilegal dalam usahanya untuk menyeludupkan pajak. Tindakan pemberian sanksi tersebut terjadi jika Wajib Pajak terdeteksi dengan administrasi yang baik dan terintegrasi serta melalui aktivitas pemeriksaan oleh aparat pajak yang berkompeten dan memiliki integritas tinggi, melakukan tindakan tax evasion. Penurunan tarif pajak juga akan mempengaruhi motivasi Wajib Pajak membayar pajak. Dengan tarif pajak yang rendah otomatis pajak yang dibayar pun tidak banyak.
Kesadaran dan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakn tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut metode pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyelidikan, peenerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan pelayanan kepada wajib pajak selaku pihak pemberi dana negara dalam hal membayar pajak.
Sistem pemungutan pajakk dengan self assesment memberikan peran aktif Wajib Pajak untuk melakukan sendiri perhitungan pajak terutang, menyetorkannya sendiri, dan melaporkan SPT sendiri. Dalam sistem ini lebih di tekankan kepada kerelaan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Manfaat Predikat Wajib Pajak Patuh
Wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang sadar pajak, paham hak dan kewajiban perpajakannya dan diharapkan peduli pajak yaitu melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan paham akan hak perpajakannya. Wajib pajak yang berpredikat patuh dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya tentunya akan mendapat kemudahan dan fasilitas yang lebih dibandingkan dengan pemberian pelayanan pada wajib pajak yang belum atau tidak patuh. Fasilitas yang diberikan oleh Dirjen Pajak terhadap Wajib pajak Patuh dalam Siti Kurnia Rahayu adalah sebagai berikut:
- Pemberian batas waktu penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat 3 (tiga) bulan sejak permohonan kelebihan pembayaran pajak yang di ajukan wajib pajak diterima untuk pajak penghasilan (PPh) dan 1 (satu) bulan untuk pajak pertambahan nilai (PPN), tanpa melalui penelitian dan pemeriksaan oleh dirjen pajak.
- Adanya kebijakan percepatan penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) menjadi paling lambat 2 (dua) bulan untuk PPh dan 7 (tujuh) hari untuk PPN.Bagi wajib pajak belum atau tidak patuh, fasilitas tersebut tidak diberikan padanya, penerbitan SKPPKP harus menunggu penelitian dan pemeriksaan yang memakan waktu, biaya, dan menjadi sumber terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)”.
Ukuran Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Peraturan Mentri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dalam rangka pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak bahwa wajib pajak dengan kriteria tertentu selanjutnya disebut sebagai wajib pajak patuh adalahwajib pajak yang memenuhi persyaratan pada pasal (2) sebagai berikut:
1. Tepat waktu dalam penyampaian Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a meliputi:
a. penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tepat waktu dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
b. penyampaian Surat Permberitahuan Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk masa pajak Januari sampai November tidak lebih dari 3 (tiga) masa Pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut;
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b adalah keadaan pada tanggal 31 Desember tahun sebelum penerapan sebagai Wajib Pajak Patuh dan tidak termasuk utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan.
3. Laporan Keuangan yang diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 huruf c harus disususn dalam bentuk panjang dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi Wajib Pajak yang wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
4. Pendapat Akuntan atas Laporan Keuangan yang diaudit oleh Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh akuntan Publik yang tidak sedang dalam pembinaan lembaga pemerintah pengawas Akuntan Publik.