Pengertian Murtad - Secara etimologi kata murtad berasal dari bahasa Arab Radd atau Irtadda, yang artinya berbalik atau keluar. Pemakaian dalam bahasa Indonesia, murtad dianggap semakna dengan riddahatau irtiddad. Pelakunya disebut murtad.
Murtad dari segi bahasa berasal dari fiil radda yaruddu juga bisa diartikan menolak,berpaling atau mengembalikan. Arti kalimat-kalimat tersebut selaras dengan arti beberapa ayat al-Qur’an. Misalnya murtad dalam arti menolak dan ditolak, terdapat dalam surat Yūsuf ayat 110 artinya: “Tidak dapat ditolak siksa Kami dari padaorang-orang yang berdosa”.
Murtad dalam makna kembali-dikembalikan, terdapat dalam ayat 28 surat al-An’ām. Artinya: Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. dan Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta belaka.
Arti murtad kembali-dikembalikan juga terdapat dalam surat Ali Imron: Artinya: Niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi. (Q.S. Ali Imran: 149)
Dan surat Al-Baqarah ayat 109. Artinya: Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran Contoh murtad yang artinya paling-berpaling yang selaras dengan surat Muhammad ayat 25. Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, Pada surat Yūsuf ayat 96, Allāh mengartikan kata riddahsebagai kembali, sebagaimana firman Allah artinya: lalu Kembalilah Dia (Ya’kub) dapat melihat. Jadi kalimat riddahberasal dari kalimat isim al-irtidad. Karena itu dilihat dari segi bahasa, arridah memiliki beberapaarti sebagaimana diterangkan diatas. Berdasarkan uraian ini, arti murtad dalam ayat-ayattersebut (kecuali surat Yusuf ayat 96) memiliki arti menolak, yakni menolak kebenaran; berpaling maksudnya adalah berpaling dari agama Allāh, Islam; dan makna kembali maksudnya kembali kepada kekufuran.
Pengertian Murtad
Arti murtad dari segi istilah adalah masuknya seorang muslim ke agama kafir, apa pun macamnya. Bila seorang muslim menanggalkan agama Islam dan kemudian masuk agama kafir, dia disebut murtad, yakni keluar dari yang benar kepada yang batil. Perlu digaris bawahi bahwa kata murtad hanya berlaku bagi seorang muslim yang keluar dari agama Islam, bukan orang kafir yang keluar dari agamanya kemudian masuk ke agama kafir lainnya.
Menurut hukum Islam (Fiqh), riddah secara etimologis adalah kembali ke jalan semula (al-rujū’ fīal-ṭarīq al-lażījā’a minh). Dalam hal ini riddah serupa dengan irtidad, meskipun sebenarnya riddah dikhususkan pada masalah kekafiran. Sedangkan yang dimaksud riddahsecara terminologis ialah : kembalinya orang Islam yang berakal dan telah baliqh atau dewasa menuju kepada kekafiran dengan kehendaknya sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain, baik dia laki-laki maupun perempuan.
Dengan demikian, kemurtadan orang gila atau anak kecil tidak bisa diakui karena mereka bukan termasuk kelompok mukallaf (yang terbebani hukum). Disamping itu, paksaan terhadap orang Islamuntuk menyatakan kekafiran tidak dapat mengeluarkan orang tersebut dari agama Islam sepanjang hatinya tetap teguh memegangi keimanan terhadap agamanya. Sebagaimana firman Allah. Artinya: Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.(Q.S. al-Naḥl:106)
Seorang intelektual Islam modern kelahiran Mesir, Sayyid Sabiq (w.1421 H/2000 M), menjelaskan dengan rinci bahwa riddahadalah kembalinya orang Islam yang berakal dan dewasa kepada kekafiran dengan kehendaknya sendiri tanpa ada paksaaan dari orang lain, baik laki-laki ataupun perempuan,. Sehingga, ketika seorang muslim dianggap kembali kepada kekafiran atau berpindah agama karena ada unsur kompulsif(paksaan), maka ia tidak bisa diklaim melakukan riddah.
Cendekiawan-cendikiawan muslim dalam bidang teologi(terutama di masa klasik Islam), orientasi diskursus riddah kebanyakan terbatas diseputar konsep kufur dan iman serta doktrin dosa, meskipun semua itu diawali oleh problem politik. Beberapa tokoh-tokoh sekte Khawarij misalnya, seperti Abdullah ibn Wahab al-Rasyidi dan Nafi ibn al-Azraq, berpendapat bahwa menetapkan hukum berdasarkan desisi rigid hukum tuhan dan nash-nash al-Qur’an merupakan bentuk tindakan kekufuran, dalam arti telah keluar dari Islam, yaitu riddah. Bahkan bagi mereka, kufur dan riddah atau keluar dari Islam itu bukan saja berhukum tidak dengan hukum Tuhan, tapi juga tindakan melakukan dosa-dosa besar (murtakib al-kabā’ir), seperti berzina dan membunuh.
Yusuf Qardhawi memberi pengertian murtad sebagai pengkhianatan terhadap Islam dan umat Islam, karena didalamnya terkandung desersi, yaitu pemihakan dari satu komunitas kepada komunitas lain. Pengkhianatan atau pemberontakan (riddah) itu serupa dengan pengkhianatan terhadap Negara, karena menggantikan kesetiaan kepada Negara lain atau komunitas lain. Sehingga orang murtad memberikan cinta dan kesetiaan kepada mereka dan mengganti Negara dan komunitasnya. Riddah bukan sekedar terjadinya perubahan pemikiran, tetapi perubahan pemberian kesetiaan dan perlindungan serta keanggotaan masyarakat kepada masyarakat lainyang bertentangan dan bermusuhan dengan komunitas sebelumnya.
Demikianlah beberapa
pengertian murtad menurut para ulama. Pengertian riddah mengalami perluasan makna di luar konteks keagamaan, yakni berkaitan dengan permasalahan politik keagamaan, yakni berkaitan dengan permasalahan politik kenegaraan. Penilaian bahwa seorang telah melakukan riddah tidak sekedar ditujukan kepada mereka yang keluar dari agama Islam, tetapi juga diperuntukkan bagi mereka yang melakukan makar, pembangkangan, penentangan, perlawanan ataupun pemberontakan terhadap pemerintah Islam yang saat itu dipegang oleh khalifah Abu Bakar. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar tersebut predikat sebagai golongan riddah ditujukan pula kepada orang-orang yang status keislamannya masih dipersilisihkan. Waktu itu, golongan riddah mencakup orang-orang yang enggan membayar zakat atau mereka yang nyata-nyata telah keluar dari Islam, serta mereka yang sebenarnya belum menyatakan masukIslam sepenuhnya.