Pengertian Independensi Auditor - Independensi menurut standar umum SA seksi 220 dalam SPAP standar ini mengaruskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, oleh karena itu ia melaksanakan pekerjaanya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal ia praktik sebagai auditor intern).
Sikap independensi adalah faktor yang sangat penting dalam audit. Hal senada juga dinyatakan dalam penelitian Sucher et.al. dalam Mahdi Salehi yaitu sebagai berikut: “one of the key factors of the auditor’s is independence, without independence users of financial statements cannot rely on the auditors report. In short, the external system of audit, with its final product, the audit opinion, adds credibility to the financial statements so that users can rely on the information presented and, as a result, the entire system of financial reporting enchanced”.
Maksud dari penjelasan di atas adalah independensi merupakan salah satu kunci dari auditor. Singkatnya, independensi mampu meningkatkan kredilibiltas laporan keuangan sehingga pengguna dapat mengandalkan informasi yang disajikan dan seluruh pengguna dapat mengandalkan informasi yang disajikan dan seluruh sistem pelaporan keuanganpun akan ikut meningkat.
Pengertian Independensi menurut Sukrisno Agoes adalah sebagai berikut: “Independensi mencerminkan sikap tidak memihak serta tidak dibawah pengaruh atau tekanan pihak tertentu dalam mengambil tindakan dan keputusan”.
Adapun pengertian Independensi menurut Arens dkk dalam Amir Abadi Jusuf adalah sebagai berikut: Independesi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias dalam melakukan pengujian audit, evaluasi atas hasil pengujian dan penerbitan laporan audit”.
Independensi merupakan salah satu karakteristik terpenting bagi auditor dan merupakan dasar dari prinsip integritas dan objektivitas. Alasan banyaknya pengguna laporan keuangan yang tersedia mengandalkan laporan keuangan karena ekspetasi mereka atas sudut pandang yang tidak biasa dari auditor.
 |
Auditor |
Menurut Ruchjat Kosasih dalam Nike Rimawati ada empat jenis resiko yang dapat merusak independensi akuntan publik, yaitu:
a. “Self interest risk, yang terjadi apabila akuntan publik menerima dari keterlibatan keuangan klien.
b. Self review risk, yang terjadi apabila akuntan publik melaksanakan penugasan pemberian jasa keyakinan yang menyangkut keputusan yang dibuat untuk kepentingan klien atau melaksanakan jasa lain uang dibuat untuk kepentingan klien atau melaksanakan jasa lain yang mengarah pada produk atau pertimbangan yang mempengaruhi informasi yang menjadi pokok bahasan dalam penugasan pemberian jasa keyakinan.
c. Advocacy risk, yang terjadi apabila tindakan akuntan publik menjadi terlalu erat kaitannya dengan kepentingan klien.
d. Client influence risk, yang terjadi apabila akuntan publik mempunyai hubungan erat yang kontinyu dengan klien, ternasuk hubungan pribadi yang dapat mengakibatkan intimidasi oleh atau keramah tamahan (familiarity) yang berlebihan dengan klien”.
Menurut Sukrisno Agoes menyatakan bahwa independensi auditor adalah sebagai berikut:“Auditor tidak hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus dalam penampilan. Independensi dalam fakta (independence in fact) ada bila auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang tidak bias sepanjang audit, sedangkan independensi dalam penampilan (independence in appearance) adalah hasil dari interprestasi lain atas independensi ini. Jika auditor independen dalam fakta tetapi pemakai yakin bahwa mereka menjadi penasihat untuk klien, sebagian besar nilai dari fungsi audit telah hilang”.
Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan publik. Hasil penelitian Pany dan Reckers dalam M. Nizarul Alim, Trisni Hapsari, dan Liliek Purwanti, menunjukan bahwa hadiah meskipun jumlahnya seedikit berpengaruh signifikan terhadap independensi auditor. independensi berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik. Sikap mental independensi tersebut meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).
Secara mendalam Mautz dan Sharaf mengemukakan dimensi dari independensi dalam Theodorus M. Tuanakota adalah sebagai berikut:
1. Programming Independence adalah kebebasan (bebas dari pengendalian atau pengaruh orang lain, misalnya dalam bentuk pembatasan) untuk memilih teknik dan prosedur audit, dan beberapa dalamnya teknik dan prosedur itu diterapkan.
2. Investigative Independence adalah kebebasan (seperti diartikan diatas) untuk memilih area,kegiatan,hubungan pribadi, dan kebijakan manajerial yang akan diperiksa, ini berarti, tidak boleh ada sumber informasi yang legitimate (sah) yang tertutup bagi auditor.
3. Reporting Independence adalah kebebasan (seperti diartikan diatas) untuk menyajikan fakta yang terungkap dari pemeriksaan atau pemberi rekomendasi atau opini sebagai hasil pemeriksaan”.
Dimensi-dimensi dari independensi kemudian dikembangkan menurut petunjuk yang mengidentifikasi apakah ada pelanggaran atas independensi. Menurut Mautz dan Sharaf dalam Theodorus M. Tuanakota adalah sebagai berikut:
1. “Programming Independence
a) Bebas dari tekanan atau intervensi manajerial atau fiksi yang dimaksudkan untuk menghilangkan (eliminate), menetukan (specify), atau mengubah (modify) apapun dalam audit.
b) Bebas dari intervensi apapun atau dari sikap tidak kooperatif yang berkenaan dengan penerapan prosedur audit yang dipilih.
c) Bebas dari upaya pihak luar yang memaksakan pekerjaan audit itu direviu diluar batas-batas kewajaran dalam proses audit.
2. Investigative Independence
a) Akses langsung dan bebas atas seluruh buku,catatan,pimpinan, pegawai perusahaan, dan sumber informasi lainnya mengenai kegiatan perusahaan, kewajibannya, dan sumber-sumbernya.
b) Kerjasama yang aktif dari pimpinan perusahaan selama berlangsungnya kegiatan audit.
c) Bebas dari upaya pimpinan perusahaan untuk menugaskan atau mengatur kegiatan yang harus diperiksa atau menentukan dapat diterimanya suatu evidential matter (sesuatu yang mempunyai nilai pembuktian).
d) Bebas dari kepentingan atau hubungan pribadi yang akan menghilangkan atau membatasi pemeriksaan atas kegiatan, catatan, atau orang yang seharusnya masuk dalam lingkup pemeriksaan.
3. Reporting Independence
a) Bebas dari perasaan loyal kepada seseorang atau merasa berkewajiban kepada seseorang untuk mengubah dampak dari fakta yang dilaporkan, dan memasukannya
b) Menghindari praktik untuk mengeluarkan hal-hal penting dari laporan formal, dan memasukannya kedalam laporan informasi dalam bentuk apapun.
c) Menghindari penggunaan bahasa yang tidak jelas(kabur,samar-samar) baik yang disengaja maupun tidak dalam pernyataan fakta,opini, dan, rekomendasi, dan dalam interpretasi.
d) Bebas dari upaya untuk memveto judgement auditor mengenai apa yang seharusnya masuk dalam laporan audit, baik yang bersifat fakta maupun opini”.