Pengertian Pesantren - Pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansekerta) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu.Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
kata “pesantren” berasal dari kata “santri” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti tempat tinggal santri (Zamakhsyari Dhoefier, 1984, hal 18, Tradisi Pesantren, studi Tentang Pandangan Hidup Kyai). Secara definitif KH. Imam Zarkasyi (pendiri Pondok Modern Daarussalam Gontor), mengartikan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kiyai sebagai figur sentralnya, mesjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam dibawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.
Secara singkat pesantren bisa juga dikatakan sebagai laboratorium kehidupan, tempat para santri belajar hidup dan bermasyarakat dalam berbagai segi dan aspeknya secara teknis, pesantren adalah tempat di mana santri tinggal. Gretz mengartikan dalam bahasa sanskerta “shastri” yang telah di tetapkan menjadi “sastri” bermakna:
- Dalam arti sempit: seorang pelajar ekolah agama yang bermukim pada suatu tempat yang di sebut pondok
- Dalam arti luas: identitas seseorang sebagai bagian dari varian komunitas penduduk jawa yang menganut Islam secara konsekuen
Mahmud Yunus mendefinisikan pesantren sebagai tempat santri belajar agama Islam. Definisi pesantren yang dikemukakan oleh Imam Zarkasyi (pendiri Pondok Modern Daarussalam Gontor) sama dengan definisi yang dikemukakan oleh Zamakhsyari Dhofier dalam menentukan elemen-elemen pesantren, seperti: Kiyai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran agama Islam.
Walaupun sama dalam menentukan elemen-elemen pesantren, namun keduanya mempunyai perbedaan dalam menentukan materi pelajaran dan metodologi pengajaran. Zamakhsyari menentukan materi pelajaran pesantren hanya terbatas pada kitab-kitab klasik dengan metodologi pengajaran tradisional, yaitu sorogan dan wetonan, sedangkan Imam Zarkasyi tidak membatasi materi pelajaran pesantren dengan kitab- kitab klasik serta menggunakan metodologi pengajaran sistem klasikal (madrasi).
Demikianlah pesantren didefinisikan oleh pengamatnya baik yang barasal dari dalam maupun dari luar pesantren, di mana variasi yang dihasilkan merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri. Hal tersebut disebabkan perbedaan semacam itu, jusrtu semakin menambah khazanah dan wacana yang sangat diharapkan secara akademis.