Menurut Kementerian Pendidikan Nasional “Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak”. Karakter berasal dari bahasa yunani charassein, yang berarti mengukir. Sifat utama ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir. Menghilangkan ukiran sama saja dengan menghilangkan benda yang diukir itu, karena ukiran melekat dan menyatu dengan bendanya. Wardani menyatakan bahwa karakter itu merupakan ciri khas seseorang, dan karakter tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya karena karakter terbentuk dalam lingkungan sosial budaya tertentu. Hamid, M (2008) menyebutkan bahwa karakter merupakan sikap mendasar, khas, dan unik yang mencerminkan hubungan timbal balik dengan suatu kecakapan terbaik seseorang dalam pekerjaan atau keadaan.
Abdullah Munir menyatakan bahwa sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan disebut sebagai karakter yang berbeda latar belakang, budaya, karakter, watak, lingkungan dan pengetahuan. Menurut Zamroni, karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan sikap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan tersebut. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilaiperilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan estetika.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia
karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Pidato Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada puncak acarahari pendidikan nasional 20 Mei 2011 juga mengatakan:
“Ada dua keunggulan manusia (human excellent): pertama, keunggulan dalam pemikiran; dan kedua, keunggulan dalam karakter. Kedua jenis keunggulan manusia itu dapat dibangun, dibentuk, dan dikembangkan melalui pendidikan. “Sasaran pendidikan bukan hanya kecerdasan, ilmu dan pengetahuan, tetapi juga moral, budi pekerti, watak, nilai, perilaku, mental dan kepribadian yang tangguh, unggul dan mulia, inilah yang disebut karakter”
|
Macam karakter |
Platform pendidikan karakter di Indonesia sendiri dipelopori oleh Ki Hajar Dewantara yang tertuang dalam 3 kalimat berbunyi : “Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karso, Tut wuri Handayani” yang artinya di depan kita memberi contoh, ditengah memberi semangat dan di belakang memberikan dorongan.
“Menurut Suyanto karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.”
Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Yaumi, bahwa karakter menggambarkan kualitas moral seseorang yang tercermin dari segala tingkah lakunya yang mengandung unsur keberanian, ketabahan, kejujuran, dan kesetiaan, atau perilaku dan kebiasaan yang baik. Karakter ini dapat berubah akibat pengaruh lingkungan, oleh karena itu perlu usaha membangun karakter dan menjaganya agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang menyesatkan dan menjerumuskan.
“Lickona mengemukakan adanya tujuh alasan perlunya pendidikan karakter, yaitu sebagai berikut: Cara terbaik untuk menjamin siswa memiliki kepribadian yang baik dalam kehidupannya, cara untuk meningkatkan prestasi akademik, sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain, Persiapan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup dalam masyarakat yang beragam, berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral sosial, seperti ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah, persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja, pembelajaran nilai-nilai budaya yang merupakan bagian dari kerja peradaban.
Djemari Mardapi karakter diperoleh melalui interaksi dengan orang tua, guru, teman, dan lingkungan. Karakter diperoleh dari hasil pembelajaran secara langsung atau pengamatan terhadap orang lain. Pembelajaran langsung dapat berupa ceramah dan diskusi tentang karakter, sedang pengamatan diperoleh melalaui pengalaman sehari-hari apa yang dilihat di lingkungan termasuk media televisi. Karakter berkaitan dengan sikap dan nilai. Sikap merupakan predisposisi terhadap suatu objek atau gejala, yaitu positif atau negatif.
Nilai berkaitan dengan baik dan buruk yang berkaitan dengan keyakinan individu. Jadi, karakter seseorang dibentuk melalui pengalaman sehari-hari, apa yang dilihat dan apa yang didengar terutama dari seseorang yang menjadi acuan atau idola seseorang.