Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar an bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Manajemen konflik adalah pengelolaan atau penggunaan teknik pemecahan dan perangsangan untuk encapai tingkat konflik yang diinginkan. Konflik merupakan suatu proses yang timbul apabila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi pihak perhatian pihak pertama. Definisi tersebut merupakan pengertian yang luas dan menjelaskan bahwa suatu titik pada setiap kegiatan yang tengah berlangsung bilasuatu interaksi “bersilangan” dapat menjadi suatu konflik antarpihak.
Menurut Ross bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan olehpihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
|
Manajemen Konflik |
Sedangkan arti manajemen konflik didalam buku T. Hani Handoko ialah ketidaksesuaian antara dua pihak atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus saling berbagi dengan sumber daya-sumber daya yang terbatas, kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai tau persepsi.
Definisi diatas mengungkapkan bahwa konflik dapat terjadi dari semua sudut selama berinteraksi antara dua pihak atau lebih, mulai dari tindakan yang terbuka dan penuh kekerasan sampai terbentuk halus dari perbedaan pendapat.
Sebagaimana yang dikutip oleh Gibson, hubungan saling tergantung dapat melahirkan konflik, apabila masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling bekerjasama satu sama lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa, konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut. konflik tersebut mungkin tidak membawa “kematian” bagi organisasi, tetapi dapat menurunkan kinerja organisasi yang bersangkutanjika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Untuk mencapai kinerja yang optimum diperlukan keahlihan dalam mengelola konflik bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.
Fisher dkk menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.
1) Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras
2) Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai.
3) Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
4) Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
5) Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.
Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.
Sementara Minnery menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik
perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan),klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik. Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.
Sumber:
1. Sentot Imam Wahjono, Perilaku Organisasi(Yogyakarta: Graha Ilmu 2010), 161.
2. T.Hani Handoko, Manajemen(Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2012), 345.