Pengertian Kemiskinan - Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “miskin”diartikan sebagai tidak berharta benda, serba kekurangan (berpenghasilan rendah). Namun sebelum lebih lanjut menguraikan pengertian kemiskinan, maka apa yang penulis jelaskan disini bukanlah pengertian yang bersifat final. Artinya, bahwa dalam memberikan sebuah pengertian tentang suatu masalah bisa saja berbeda-beda, karena suatu definisi tersebut dipengaruhi oleh latar belakang ilmu pengetahuannya dan pengalaman yang dihadapinya oleh masing-masing orang. Oleh karena itu, tidak mudah untuk membangun pengertian kemiskinan karena menyangkut berbagai macam dimensi. Dimensi kemiskinan dapat diidentifikasi menurut ekonomi, budaya / sosial dan politik. Namun kemiskinan yang dimaksud disini lebih menitikberatkan dalam aspek ekonomi, yaitu keadaan serba kekurangan dalam hal material.
Secara umum ada dua cara orang memandang kemiskinan. Sebagian orang berpendapat bahwa kemiskinan adalah proses, sedangkan sebagian lagi memandang kemiskinan adalah sebagai akibat atau fenomena di dalam masyarakat.
Sebagai suatu proses, kemiskinan mencerminkan kegagalan suatu sistem masyarakat dalam mengalokasikan sumber daya dan dana secara adil kepada anggota masyarakat. Dengan demikian kemiskinan dapat dipandang pula sebagai salah satu akibat kegagalan kelembagaan pasar (bebas) dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatassecara adil kepada seluruh anggota masyarakat. Pandangan ini mengemukakan konsep tentang kemiskinan relatif atau yang sering pula dikenal sebagai kemiskinan struktural.
|
Pengertian Kemiskinan |
Pandangan tentang kemiskinan sebagai suatu akibat / fenomena atau gejala dari suatu masyarakat melahirkan konsep kemiskinan absolut. Sejalan dengan konsep absolut ini, maka Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan suatu individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Walaupun secara sepintas ada perbedaan pandangan tentang definisi kemiskinan, tetapi bila dilihat hubungan sebab akibat dari kemiskinan itu, maka kesimpulannya bahwa kedua konsep kemiskinan tersebut tidak dapat dipisahkan. Apabila dalam suatu masyarakat terjadi ketidakadilan dalam pembagian kekayaan, maka sebagian anggota masyarakat yang posisinya lemah akan menerima bagian kekayaan terkecil. Oleh karena itu golongan masyarakat yang lemah ini akan mempunyai posisi yang lemah dalam menentukan pembagian kekayaan di dalam masyarakat tersebut.
Ada empat kerangka teoritis tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan:
1. Kemiskinan dilihat sebagai produk kegagalan individu dan sikap yang menghambat niat memperbaiki nasib. Perspektif ini diambil dari pemikiran Banfield.
2. Kemiskinan merupakan akibat dari adanya kebudayaan kemiskinan. Kebudayaan tersebut meliputi sistem kepercayaan fatalistik, kurang mampu mengendalikan diri, berorientasi pada masa sekarang, tidak mampu menunda kenikmatan atau gagal melakukan rencana demi masa depan dan kurang mampu memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Perspektif ini di dasarkan atas karya Oscar Lewis.
3. Kemiskinan merupakan akibat dari kurang tersedianya kesempatan untuk maju. Seseorang menjadi miskin karena kurang memiliki ketrampilan atau pendidikan tertentu. Pemikiran tersebut di dasarkan atas karya Campbell dan Burkhead.
4. Kemiskinan dilihat dari sudut pandang Karl Marx, yaitu kemiskinan merupakan akibat ulah kaum kapitalisdalam masyarakat melalui proses ekploitasi.
Perspektif pertama dan kedua cenderung digolongkan dalam kelompok onsevatif karena selalu mengkambing hitamkan kaum miskin sebagai sumber kemiskinan. Kedua pandangan ini diklasifikasikan kedalam paradigma “kulturalis”.
Perspektif ketiga dianggap sebagai pencerminan dari aliran liberal karena mereka melihat bahwa kemiskinan berasal dari ketidakmampuan struktur yang ada dalam masyarakat. Sementara pandangan keempat berusaha memojokkan kaum kapitalis sebagai penyebab kemiskinan, karena itu disebut sebagai aliran radikal. Kedua pandangan terakhir ini dikelompokkan kedalam paradigma “strukturalis”.
Di Indonesia pandangan tentang paradigma kulturalis dan strukturalis dapat dilihat dari pendapat Lukman Sutrisno, yaitu pandangan agrarian populistdimana negara manjadi penyebab utama kemiskinan dan pandangan budaya dimana orang menjadi miskin karena pendapatan yang rendah, tidak memiliki etos kerja yang tinggi, jiwa wiraswasta dan rendahnya pendidikan.
Kemiskinan menurut pendekatan ilmu sosial dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf hidup kelompoknya dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Lebih lanjut Emil Salim berpendapat bahwa “mereka dikatakan di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling mendasar dan pokok seperti sandang, pangan, papan dan lain-lain.
Selanjutnya Gunawan Sumodiningrat membedakan kemiskinan kedalam tiga pengertian, yaitu:
a) Kemiskinan Absolut
Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kabutuhan minimum, antara lain kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Rendahnya tingkat pendapatan itu terutama disebabkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana fisik dan kelangkaan modal atau miskin karena sebab alami.
b) Kemiskinan Struktural
Adalah pendapatan seseorang yang sudah diatas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah disbanding pendapatan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah pembangunan yang belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan. Kemiskinan ini disebabkan oleh kondisi alam yang tidak menguntungkan sehingga masyarakat tidak dapat memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk mencapai kesejahteraan. Kondisi alam yang kurang menguntungkan berupa tanah yang tandus, letak daerah yang terpencil, tidak adanya sumber mineral dan non mineral, serta miskinnya fasilitas-fasilitas publik yang dibutuhkan.
c) Kemiskinan Kultural
Kemiskinan ini mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang (disebabkan oleh faktor budaya) tidak mau berurusan untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya. Kemiskinan ini terjadi karena adat istiadat atau budaya yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Kebiasaan masyarakat yang merasa cepat puas akan sesuatu yang telah dicapai, sifat bermalas-malasan dan cara berpikir yang kurang rasional dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan.
Menurut Mohtar Mas’oed berdasarkan penyebabnya kemiskinan dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni:
1) Kemiskinan Alamiah
Kemiskinan ini timbul akibat kelangkaan sumber-sumber daya alam, kondisi tanah yang tandus, tidak ada pengairan dan kelangkaan prasarana.
2) Kemiskinan Buatan
Kemiskinan ini timbul akibat munculnya kelembagaan (seringkali akibat modernisasi atau pembangunan itu sendiri) yang membuat anggauta masyarakat tidak dapat menguasai sumber daya, sarana dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata (atau disebut juga kemiskinan struktural).
Maka ciri-ciri masyarakat miskin dapat dilihat sebagai berikut:
- Secara politik, tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka.
- Secara sosial, tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada.
- Secara ekonomi, rendahnya kualitas sumber daya manusia termasuk kesehatan, pendidikan, keterampilan yang berdampak pada penghasilan.
- Secara budaya dan tata nilai, terperangkap dalam budaya rendahnya kualitas sumber daya manusia seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek dan fatalisme.
- Secara lingkungan hidup, rendahnya pemilikan aset fisik termasuk aset lingkungan hidup, seperti air bersih dan penerangan.
Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya “Sosiologi Suatu Pengantar” menjelaskan bahwa kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Sementara itu, menurut Abdul Syani dalam bukunya Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan menjelaskan bahwa kemiskinan adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang, keluarga atau anggota masyarakatnya tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak atau wajar sebagaimana anggota masyarakat lain pada umumnya.
Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Atau dapat diartikan sebagai kondisi dimana terdapat kekurangan pendapatan (insuffiency of income) atau tidak tersedianya akses (lack of acces) barang-barang atau jasa-jasa kebutuhan dasar tertentu bagi keluarga atau perorangan yang membutuhkannya.
Jadi kemiskinan disebabkan karena kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dengan kata lain, kemiskinan yang dialami seseorang apabila pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti sandang, pangan, papan dan lain-lain.
Secara ekonomi, kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Kemiskinan ini dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumber daya yang tersedia pada kelompok itu dan membandingkannya dengan ukuran baku. Sumber daya yang dimaksud dalam pengertian finansial, tetapi perlu mempertimbangkan semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Terlepas dari faktor-faktor penyebabnya, disetiap masyarakat selalu terdapat sekelompok orang yang tergolong sebagai kelompok miskin. Tanpa bantuan dari pemerintah maupun masyarakat, kelompok tersebut tidak akan dapat menikmati kesejahteraan sosial yang paling minimal sekalipun. Kelompok masyarakat miskin adalah merupakan bagian dari masyarakat rentan. Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling dasar dan pokok, misalnya seperti yang tadi diatas sudah dijelaskan yaitu maslah sandang pangan dan papan.
Sedangkan substansi kemiskinan yaitu kondisi depresi terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar tadi. Dalam syariat Islam, ukuran kemiskinan adalah kurang lebih satu nishob zakat.Maka masalah kemiskinan adalah masalah pemenuhan kebutuhan dasar dan masalah budaya. Orang menjadi miskin karena tidak mempunyai etos kerja yang tinggi, tidak memiliki jiwa wiraswasta dan pendidikan yang rendah. Menurut Combers bahwa inti dari masalah kemiskinan terletak pada apa yang disebut sebagai jebakan kekurangan. Jebakan kekurangan itu terdiri dari lima ketidak beruntungan yang melilit kehidupan keluarga miskin, diantaranya adalah; kemiskinan itu sendiri, kelemahan fisik, keterasingan, kerentanan dan ketidak berdayaan.
Dari lima ketidak beruntungan tersebut, maka yang harus diperhatikan oleh keluarga miskin yang biasa dihadapannya yaitu kerentanan dan ketidakberdayaan. Pertama, kemiskinan adalah masalah kerentanan. Hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin menghadapi situasi darurat ketika penyakit menyerang yang seringkali memaksa mereka mengorbankan harta bendanya yang berharga. Akibatnya mereka semakin dalam memasuki lembah kemiskinan. Kedua, kemiskinan adalah masalah ketidakberdayaan. Bentuk ketidakberdayaan kelompok miskin tercermin dari ketidakmampuan mereka menghadapi elit dan para birokrat dan menentukan keputusan yang menyangkut nasibnya, tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya. Seringkali, kelompok miskin oleh para elit dan birokrat dijadikan sebagai alat untuk menjaring bantuan yang tidak dapat mereka nikmati hasilnya. Hal ini dapat menjadikan keluarga miskin secara cepat menjadi miskin.