Otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan nomos. Autos berarti sendiri dan nomos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapatdikatakan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah.
Otonomi daerah dipandang sebagai suatu tuntutan yang berupaya untuk mengatur kewenangan pemerintahan agar serasi dan fokus pada tuntutan kebutuhan masyarakat. Menurut James W. Fesler sebagaimana ikutip J. Kaloh, otonomi daerah bukanlah tujuan tetapi suatu instrument untuk mencapai tujuan. Berdasarkan pendapat tersebut, maka otonomi daerah sebagai instrument bertujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, yaitu melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, peran serta masyarakat, dan peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Encyclopedia of Social Science dalam Sarundajang, dijelaskan bahwa:
Otonomi dalam pengertian orisinal adalah the legal self sufficiency of social body and its actual independence. Jadi ada 2 hakikat dari otonomi yakni the legal self sufficiencydan actual independence. Dalam kaitannya dengan politik atau pemerintahan, otonomi daerah berarti self govermentatau the condition of living under one’s own laws. Jadi otonomi daerah adalah daerah yang memiliki legal self sufficiencyyang bersifat self govermentyang diatur dan diurus oleh own laws. Karena itu, otonomi lebih menitikbertakan aspirasi daripada kondisi”.
I Gde Pantja Astawa menjelaskan “Esensi otonomi adalah kemandirian dan kebebasan mengatur dan mengurus sendiri kepentingan masyarakat yang menjadi fungsi pemerintahan sebagai urusan rumah tangga sendiri dalam satu ikatan negara kesatuan”.
UUD 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. “Pemerintahan daerah Provinsi, Daerah, Kabupaten dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan” (Pasal 18 ayat (2)). Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 menjelaskan bahwa, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luanya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat”. Selanjutnya, Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.
UU Pemda, definisi Otonomi daerah sebagai berikut:”Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
UU Pemda juga mendefinisikan Daerah otonom sebagai berikut: “Daerah Otonom, selanjutnya disebut sebagai daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI”.
Menurut Heseel Nogi S, otonomi daerah merupakan perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggungjawab yang mempunyai hubungan erat dengan desentralisasi. Hubungan antara otonomi daerah dan desentralisasi menurut Mahfud MD, yaitu desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerah, mulai dari kebijakan, perencanaan sampai pada implementasi dan pembiayaan dalam rangka demokrasi, sedangkan otonomi daerah adalah wewenang yang dimiliki oleh daerah untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri dalam rangka desentralisasi.
“CW. Van der Pot dalam M. Laica Marzuki memahami konsep otonomi daerah sebagai eigen huishounding (menjalankan rumah tangganya sendiri). Otonomi daerah merupakan esensi pemerintahan desentralisasi. Otonomi bermakna membuat peraturan perundang-undangan sendiri.”
I. Nyoman Sumaryadi mengemukakan bahwa otonomi daerah pada hakikatnya adalah:
1. Hak mengurus rumah tangganya sendiri bagi suatu daerah otonom. Hak tersebut bersumber dari wewenang pangkaldan urusan-urusan pemerintah (pusat) yang diserahkan pada daerah. Istilah sendiri dalam mengatur dan mengurus rumah tangga merupakan inti keotonomian suatu daerah; penetapan kebijaksanaan sendiri, pelaksanaan sendiri, serta pembiayaan dan pertanggungjawaban daerah sendiri, maka hal itu dikembalikan kepada pihak yang memberi dan berubah kembali menjadi urusan pemerintah (pusat);
2. Dalam kebebasan menjalankan hak mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri, daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya itu di luar batas-batas wilayah daerahnya;
3. Daerah tidak boleh mencampuri hak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya. Konsep otonomi, menurut Ismail Suny dalam Ni'matul Huda ada lima tingkatan, yaitu:
a. Negara kesatuan dengan otonomi yang terbatas. Melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Indonesia merupakan contoh negara yang menganut otonomi terbatas. Meski didalamnya ditegaskan asas desentralisasi, substansinya sangat sentralistik dimana memberikan wewenang yang sangat besar pada pemerintah pusat.
b. Negara kesatuan dengan otonomi luas. Secara ekonomi, otonomi yang luas harus didukung dengan kekayaan dan keuangan. Oleh karena itu, sangatlah diperlukan pengaturan tentang perimbangan kekayaan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Perimbangan ini diperlukan agar pengurusan kekayaan dan keuangan tidak semata-mata ada di tangan pemerintah pusat.
c. Negara quasi federal dengan provinsi atas kebaikan pemerintah pusat. Ciri negara semacam ini adalah kekuasaan pada pemerintahan pusat untuk menentukan berlaku tidaknya keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh daerah-daerah bagian. Karenanya, negara model begini disebut juga negara federal semu.
d. Negara federal dengan pemerintahan federal, seperti negara Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan Swiss.
e. Negara Konfederasi. Dalam bentuknya yang paling ekstrem, suatu negara dikatakan berbentuk konfederasi jika pemerintah pusat tergantung pada goodwill (Kemauan baik) negara-negara anggota konfederasi atau negara-negara anggota commonwealth (Persemakmuran).
I. Nyoman Sumaryadi “Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan”.
Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi. Dalam tataran yuridis-normatif, UUD 1945 telah menentukan konsep Indonesia sebagai Eenheidstaatsehingga di dalamnya tidak dimungkinkan adanya daerah yang bersifat staatjuga.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dalam Pasal 1 ayat (6) telah memberikan pengertian tentang otonomi daerah, yaitu “Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Berdasarkan pengertian tersebut, maka secara umum otonomi daerah memiliki unsur-unsur antara lain:
1. Mempunyai kewenangan atau kebebasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengurus atau mengatur sendiri daerahnya;
2. Kebebasan atau kewenangan tersebut adalah pemberian dari pemerintah pusat sehingga harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sesuai hierarki;
3. Kebebasan atau kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam pemanfaatan potensi lokal demi kesejahteraan rakyat.
Hari Sabarno menjelaskan bahwa pembentukan daerah otonomi di Indonesia diletakkan dalam kerangka desentralisasi dengan tiga ciri utama, yaitu:
a. Tidak dimilikinya kedaulatan yang bersifat semu kepada daerah selayakya dalam negara bagian pada negara yang berbentuk federal;
b. Desentralisasi dimanifestasikan dalam bentuk penyerahan atas urusan pemerintahan tertentu yang ditetapkan dalam suatu peraturan perundang-undangan tingkat nasional;
c. Penyerahan urusan tersebut direpresentasikan sebagai bentuk pengakuan pemerintah pusat pada pemerintah daerah dalam rangka mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan ciri khasnya masing-masing”.
Sarundajang, menyebutkan bahwa prinsip-prinsip penyeleggaraan pemerintahan daerah, meliputi:
a) Digunakannya asas dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan;
b) Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di daerah kabupaten dan daerah kota; dan
c) Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di daerah provinsi, daerah kabupaten, daerah kota dan desa.
Pendelegasian wewenang pada dekonsentrasi hanya bersifat menjalankan atau melaksanakan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pusat lainnya yang tidak berbentuk peraturan, yang tidak dapat berprakarsa menciptakan peraturan dan atau membuat keputusan bentuk lainnya untuk kemudian dilaksanakannya sendiri pula.
Pasal 1 angka 8 UU Pemda, “Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu”.
Menurut Laica Marzuki dalam Andi Gadjong , menyatakan: Dekonsentrasi merupakan ambtelijke decentralisastieatau delegative van bevoegdheid, yakni pelimpahan kewenangan dari alat perlengkapan negara di pusat kepada instansi bawahan, guna melaksanakan pekerjaan tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah pusat tidak kehilangan kewenangannya karena instansi bawahan melaksanakan tugas atas nama pemerintah pusat.
Koesoemahatmadja dalam I Nyoman Sumaryadi (2005: 24), menyebutkan bahwa “secara etimologis, pengertian desentralisasi berasal dari bahasa Latin De= lepas, dan Centrum = pusat; desentralisasi adalah melepaskan dari pusat. Dengan demikian, maka desentralisasi yang berasal dari sentralisasi yang mendapat awal de berarti melepas atau menjauh dari pemusatan. Desentralisasi tidak putus sama sekali dengan pusat tapi hanya menjauh dari pusat”.
Pasal 1 angka 7 UU Pemda, “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
”Dari sudut ketatanegaraan yang dimaksud dengan desentralisasi adalah pelimpahan kekuasaan Pemerintah dari Pusat ke daerah-daerah yang mengurus rumah tangganya sendiri”.
Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. Melalui sistem desentralisasi negara mengakui sekaligus memberikan kewenangan, kekuasaan dan sumber daya kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.
Pasal 1 angka 9 UU Pemda, “Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu”.
Di dalam otonomi, hubungan antara pusat dan daerah, antara lain bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintahan atau cara menentukan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini akan mencerminkan suatu bentuk otonomi terbatas atau otonomi luas.
Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Andi Gadjong, menjelaskan bahwa, “Dengan adanya pemberian otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab, maka pemahaman otonomi yang luas disini memberikan arti bahwa daerah secara leluasa mengurus rumah tangganya sendiri, baik secara politik, lokal, kemandirian administrasi pemerintahan daerah maupun keuangannya”.
Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Otonomi luas biasanya bertolak dari prinsip: Semua urusan pemerintahan pada dasarnya menjadi urusan rumah tangga daerah, kecuali yang ditentukan sebagai urusan pusat. Dalam negara modern, lebih-lebih apabila dikaitkan dengan paham negara kesejahteraan, urusan pmerintahan tidak dapat dikenali jumlahnya”.
Sarundajang, menjelaskan “Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama serta kewenangan bidang lain yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”.
Di samping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. I Gde Panjta (2008: 55), menjelaskan: Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi bertanggungjawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuesi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, yaitu berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam rangka menjaga keutuhan NKRI.
Agar mampu menjalankan perannya, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan untuk membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dalam konteks negara Indonesia, negara Indonesia adalah negara kesatuan. Sebagai negara kesatuan maka kedaulatan negara adalah tunggal, tidak tersebat pada negara-negara bagian seperti dalam negara federal atau serikat. Karena itu, pada dasarnya sistem pemerintahan dalam negara kesatuan adalah sentralisasi atau penghalusannya dekosentrasi. Artinya pemerintah pusat memegang kekuasaan penuh.
Dengan adanya Pasal 18 UUD 1945 tentang Pemeritahan Daerah menunjukkan Negara Indonesia menganut asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi daerah mempunyai kaitan erat dengan pelaksanaan asas desentralisasi. Dengan kata lain, daerah otonom di bentuk berdasarkan asas desentralisasi. Sistem desentralisasi dipahami sebagai pendelegasian sebagian otoritas formal dalam bentuk dekonsentrasi (pelimpahan sebagian wewenang pada daerah) atau devolusi (pelimpahan sebagian wewenang pembuat kebijaksanaan dan pengendalian atas sumber daya kepada daerah, serta desentralisasi dalam pembuatan kebijakan atau keputusan.