Pengertian Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK). Lembaga ini didirikan untuk melakukan pengawasan atas industri jasa keuangan secara terpadu. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU OJK, dirumuskan bahwa OJK adalah lembaga yang mempunyai independen dan bebas dari campur tangan
pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, yang diwujudkan melalui adanya sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya, antara lain melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada Lembaga Jasa Keuangan.
|
OJK - Otoritas Jasa Keuangan |
Asas-Asas Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
OJK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus berlandaskan pada asas-asas sebagai berikut:
a. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan OJK;
c. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;
d. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur,dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan OJK, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
e. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang OJK, dengan tetap berlandaskan pasa kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan OJK;
g. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Fungsi, Tugas, dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan
Fungsi OJK ditentukan dalam Pasal 5 UU OJK, yang berbunyi bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Kewenangan OJK ditentukan dalam Pasal 7 UU OJK, yang berbunyi bahwa dalam melaksanakan tugasnya, OJK memiliki wewenang sebagai berikut:
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi :
(1) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
(2) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa;
b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi :
(1) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
(2) Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
(3) Sistem informasi debitur;
(4) Pengujian kredit (credit testing); dan
(5) Standar akuntansi bank;
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi :
(1) Manajemen risiko;
(2) Tata kelola bank;
(3) Prinsip mengenai nasabah dan anti pencucian uang;
(4) Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d. Pemeriksaan bank.
Sumber:
1. Zaidatul amina, Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia: Melihat Dari: Pengalaman Di Negara Lain, Universitas Negeri Surabaya, 2012, hal. 8.
2. Bagian Umum Penjelasan Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan.